Hari Pendidikan Nasional 2014 dan Mimpi
Salam sukses, selamat Hari
Pendidikan Nasional kawanku senasib seperjuangan!
Saya tidak tahu kapan tahun lahir
Ki Hadjar Dewantara, tetapi pada hari inilah beliau lahir, beberapa tahun
tepatnya. Sang Pahlawan pendidikan yang gagah. Kemudian datanglah R.A. Kartini –pejuang
emansipasi wanita- yang lahir di suatu desa di kabupaten Jepara yang berbatasan
dengan kabupaten Kudus. Beliau kemudian menikah dengan Bupati Rembang dengan
beberapa anak tiri, yang pada akhirnya membuat kepemimpinan suaminya berhasil.
Di balik kesuksesan seorang pria, selalu ada wanita hebat. Inilah salah satu topik
yang akan saya angkat pada tulisan kali ini.
Pendidikan, tidak hanya akademik.
Dan sekolah adalah papan formal kita belajar. Jika dapat bersikap sebagaimana
mestinya sebagai pelajar, tentunya kita akan meraih banyak keuntungan. Secara
akademik, tentunya pengetahuan kita akan bertambah banyak, bisa dikatakan bahwa
sekolah adalah wajang dimana kepribadian kita terbentuk. Jika mau belajar
lebih, pengetahuan umum kita akan bertambah, rasanya sangat keren ketika
membicarakan pengetahuan umum yang tidak diketahui teman di depan mereka, dan
mereka akan melongo keheranan-tak percaya, momen dimana kita merasa sangat
pintar :p Di sekolah, kita juga belajar sosialisasi, bagaimana kita bersikap di
masyarakat. Selain itu, dari kegiatan ekstrakurikuler kita akan belajar
kepemimpinan. Dari aspek non akademik, saya dapat menyimpulkan sikap seseorang
dan itulah sikap yang akan ia tunjukan ketika bekerja di suatu badan
pemerintah/ perusahaan nanti. Tidak mungkin seseorang yang tidak ulet dapat
mendirikan perusahaan sendiri, karena ulet adalah salah satu kunci
keberhasilan.
Sayangnya, dari pengamatan saya
di sekolah, sekarang ini banyak orang yang menyalah-artikan pendidikan dan
sekolah, pengetahun akademik dan kemampuan non akademik bukanlah hal yang lagi penting.
Kini, relasi yang penting, relasi untuk cenderung berbuat curang dan merugikan
beberapa pihak. Contohnya ketika ulangan ada beberapa pelajar yang berbuat
kecurangan dengan bertukar soal. Mereka yang kemampuannya jauh di bawah si A
yang notabenya lebih mampu, nilainya akan lebih baik. Padahal, apabila mereka
diberi soal yang berbeda, 75% mereka tidak bisa menjawab. Sekonyong-konyong
mereka hanya mengejar nilai. Arti nilai pun ikut disalahartikan. Nilai yang
seharusnya dapat mengukur kemampuan seseorang tak lagi menunjukan siapa
dirinya. Nilai hanya sekadar coretan pena di kertas ulangan yang tidak lagi
berarti untuk bekal masa depan. Nilai hanya mengantarkan mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tapi tidak untuk
kemampuan bekerja. Jadi, sampai jumpa sekitar sepuluh tahun lagi. Percaya saya
bahwa Allah Maha Adil dan karma itu ada. Hanya perlu bersabar dan biarkan
semuanya mengalir ketika kita sudah tak mampu berbuat apa-apa, kesabaran dan
keikhlasan ini akan membawa kita pada kesuksesan. Aamiin…
Okay, mari lari ke topik yang
lebih fresh dan slow. Tentang mimpi? apa cita-citamu? boleh bercita-cita
tinggi, tapi harus tetap realistis ya kawan, jangan lupa berdoa dan berusaha
secara halal. Saya juga punya cita-cita realistis, tapi saya belum mau
memaparkan disini, suatu saat kawan akan tahu sendiri. Cita-cita yang sangat
saya, bapak, dan koko impikan. Janji terakhir saya di telinga seseorang yang
saya cintai, yang kini sudah tiada. Bismillah, barakallah..
Jadi, hari ini pulang pagi. Jam
10 sudah boleh pulang. Smansa hari ini luar biasa, gak pakai diabsen lagi.
Sepertinya banyak teman saya yang berjiwa dukun, nyatanya mereka membolos di
momen yang tepat. Seperti biasa, agenda awal bulan smansa adalah pengajian bagi
seluruh warga smansa. Hari ini, pengisi taklim di kelasku tidak luar biasa,
bahkan cenderung tidak menarik. Jadi, sebagian besar dari kami memutuskan untuk
sharing. Dan ketika bel pulang berdering, siswa pun
berhamburan gembira ke luar kelas, tapi kebanyakan abis itu pada rapat ekskul.
Begitupun aku dan Vindy, kami ada agenda melanjutkan mading untuk penilaian PMR
Wira teladan Jawa Tengah sepulang sekolah. Adit yang absurd seperti biasa
menunggu jemputan. Riska ada kumpul MG jam tiga sore. Akhirnya, Riska
memutuskan untuk pergi ke Gramedia bersama Sheila. Rasanya sedih banget gak
bisa ikut, aku ingin berburu Tak Boleh Lelah dan Kalah-nya pak Habibie.
Akhirnya, titip Ariska. Dan dari sini, mimpi kami bermulai..
Ameng, Anit, Vindy, Adit, dan
Sheila masih asik bercerita sinetron terbaru Indonesia 98% jiplakan korea.
Memalukan sekali. dengan kekuatan hatinya yang teguh, Ariska menghampiriku yang
tengah mendengarkan diskusi teman-teman. Lalu, tiba-tiba ia berkata, “Indonesia
emang kayak gitu” dan diikuti dengan pertanyaan pura-pura nggak ngerti dariku.
Ariska pun bercerita, banyak sekali.
Mulai dari Ricky, pemuda
Indonesia berusia 25 tahun yang mampu menciptakan teknologi efisien
memanfaatkan energy listrik yang tidak diakui di Indonesia, kemudian melarikan
diri ke Jepang dan menjadi idola, hingga mendapat julukan ‘Anak Petir’. Adalah Dahlan
Iskan satu-satunya perwakilan pemerintah yang peduli, salah satu menteri idola
saya bersimpati. Beliau memaksa Ricky untuk pulang ke Indonesia, sayangnya
dijawab dengan tolakan denegan alasan tidak didukungnya teknologi Ricky di
Indonesia. Pak Dahlan kemudian memberikan gaji fullnya ke Ricky selama beberapa
bulan sebelumnya Ricky putus asa. Di daerah Kalimantan, Ricky mendirikan pabrik
kecilnya dan masih dikerjar dengan berbagai kekurangan. Masyarakat tidak
merespon, bahkan mengecam. Ricky kini meminta maaf Pak Dahlan dan memohon untuk
kembali ke Jepang. Sayang sekali…
Lalu, film animasi yang bercerita
tentang dua anak kembar, asalnya dari Bandung-Jawa Barat. Yang dulu ditolak
mentah-mentah oleh warga Indonesia. Kemudian dibeli oleh negara tetangga dan
dalam kurun waktu tiga tahun terakhir jadi idola orang Indonesia, mulai dari
anak hingga dewasa. Animator dan crewnya pun kebanyakan orang Indonesia.
Sungguh miris…
Kemudian, seorang pengusaha tempe
asal Indonesia yang kini kaya raya di Jepang. Tempe sangat diminati di Jepang,
kemudian menjalar ke Cina. Di Cina, salah satu warganya mencoba menciptakan
tempe dengan teknologi canggih, namun sehari sudah busuk, rasanya pun tidak
enak. Hal ini menginspirasi kami untuk membuat pabrik krupuk di luar negeri,
siapa tau bisa kaya. Dan ketika disuruh belajar rajin, kami dengan santainya
menjawab, “Nggak ngaruh sama krupuk”. Astagfirullah, jangan ditiru ya..
Kesimpulannya, orang Indonesia
bersifat pasif dan menolak perubahan yang ada. Mereka merasa nyaman pada zona
yang mereka pijaki sekarang, padahal sesungguhnya pucuk menunggu di atas sana.
Keindahan alam telah membutakan mata orang Indonesia bahwa kaki saja cukup,
mengapa harus pucuk? Takut untuk berubah, takut untuk melakukan hal berbeda.
Hanya pemerintah yang digantungi, pemerintah yang dituntut untuk melakukan
pembangunan sana-sini.
Melihat hal tersebut, Indonesia
sedang membutuhkan pemimpin negara yang mampu mengubah sudut pandang
masyarakat. sekarang juga. Mengingat bahwa pemilu sudah dekat, banyak calon
presiden dan calon wakilnya yang koalisi sana-sini. Kami memang belum memiliki
hal pilih, tapi tidak salah kan jika kami ikut andil dalam pesta rakyat lima
tahunan ini? Aku berbisik kepada Ariska, menanyakan siapa calon presiden dan
calon wakil presiden idamannya pada pemilu kali ini. Sebenarnya ini tidak boleh
ditanyakan, mengingat asas pemilu yang luberjurdil. Toh, kami belum punya hak pilih. Jadi, tidak apa kan?
Ariska menyebutkan capres dan cawapres idolanya, tapi sepertinya mereka
sama-sama egois, tidak ada yang mau mengalah mundur menjadi cawapres. Andai
saja mau, kemungkinan Indonesia akan semakin maju.
Kami bercerita semakin banyak.
Bahkan menganalisis satu persatu tokoh pilihan kami yang sekiranya mampu
membangun bangsa ini, meski sebenarnya kami tidak terlalu tahu.Tentang latar
belakang dan apa yang telah mereka lakukan, ini menarik sekali! Di tengah
perjalanan panjang kami, Ariska berkata, “Akhirnya aku ketemu kamu, ra.
satu-satunya orang yang nyambung dan mau tak ajak ngomong begini. Dari dulu,
kalau aku ngomong begini, dikira stress, sok-sokan, dan dikira pemikiranku
tidak berguna. Sungguh, aku sangat mencintai Indonesia”, begitu kurang
lebihnya. Aku menangguk, “Jodoh pasti bertemu deh, ris”, ariskateles pun shock
berat.
Lantas, kami mengutarakan
cita-cita kami yang ketinggian, mungkin konyol. Di samping cita-cita realistis
kami, kami ingin jadi duta besar, menteri, isteri mayor, isteri tokoh bangsa
yang hebat, sampai ibu negara. Kami juga ingin jadi budayawan, tapi banyak
tapinya. “Aku orang jawa, aku suka budaya jawa, aku bisa ngomong jawa, tapi gak
bisa krama, pengen melestarikan budaya jawa, tapi belum tau caranya”, kataku di
tengah perbincangan tentang kitab Mahabharata
dan isinya. “Aku pengen jadi duta besar, tapi siapa sih aku? Bukan siapa-siapa”,
ujar Ariska putus asa.
Masih berhubungan, Ariska
bercerita tentang seorang Milyarder Indonesia yang dulunya anak singkong. Katanya, beliau mendirikan sekolah sains
khusus orang kurang mampu. Ariska tertarik untuk menikahi anak laki-lakinya
yang berondong, bukan karena gila harta, Ariska hanya ingin turut memajukan
bangsa. Sedangkan aku, setelah membaca biodata beberapa ibu negara, jatuh cinta
mati-matian sama bu ainun dan sedikit dengan bu ani. Bu Ainun dan bu Ani
berkuliah di universitas dan fakultas yang sama. Akupun ingin bersekolah di
fakultas yang sama, tidak perlu universitas yang sama. Hai bu ainun, kita dari
satu daerah, semoga saya menyusul! Dua ibu negara ini hebat sekali bagi saya!
Apalagi, setelah ngestalk akun
instagram ibu ani, betapa menyenangkan menjadi ibu negara. Tapiii kebanyakan
pemimpin negara berasal dari dunia militer dan sudah mayor, apa aku harus pdkt
sama anak tn mulai dari sekarang? no-_-
Selain itu, saya jatuh cinta
mati-matian sama pak habibie. oh cinta sejatiku! akhirnya, hari ini aku dapet ‘Tak
boleh lelah dan kalah’ di gramed solo lho! Pak habibie, sosok jenius dan
religius yang begitu saya kagumi. Kata-katanya tersusun bagai sajak yang indah,
membangunkan dari segala jenis
keputusasaan. Sedangkan Ariska, jatuh cinta pada Abraham Lincoln, ia sangat
menyukai latar belakangnya. Dia bilang, mau prewed di depan patung pak Abraham,
tidak ragu dia pake praktik segala. Mungkin tidak normal karena kami jatuh
cinta pada orang-orang ajaib yang lahir setengah abad lebih tua dari kami.
Terdengar geli mungkin, tapi bagaimana lagi?
Perbincangan gila kami kemudian
diakhiri dengan waktu yang beranjak siang dan kami harus menyelesaikan
keperluan masing-masing. Hari ini, mungkin kami memimpikan beribu hayal gila.
Dari mimpi sebanyak itu, tidakkah satu yang nyata? Kami yakin akan nyata, entah
jadi apa kami nanti. Terus belajar dan bermimpi. Mari turut memajukan
pendidikan nasional!
Komentar
Posting Komentar